Rabu, 24 September 2008

hujan dan kusta




(gambar ini kudapat dari gmail.com, dampak penyakit kusta. namun, yakinlah penyakit ini dapat disembuhkan dengan pengobatan rutin sejak dini)

Arif (11), bukan nama sebenarnya, berlari-lari kecil saat dipanggil ayahnya, Mulyadi (40). Sore itu, hujan deras mulai mengguyur kawasan Tanah Abang Jakarta Pusat.


Arif mematuhi ayahnya dan langsung masuk ke rumahnya yang berukuran 1 x 3 meter. Masih dengan napas ngos-ngosan, Arif yang saat itu mengenakan kaus putih bergaris-garis hitam dan merah langsung duduk di samping ibunya, Sumirah (38).


Di ruangan temaram yang diterangi satu lampu pijar, bocah berparas manis dan berkulit hitam itu mengaku sedang menjalani pengobatan rawat jalan. Sejak pertengahan Desember 2006, Arif harus makan obat yang diberikan Puskesmas Tanah Abang secara rutin. Satu tahun lalu, seluruh tubuh siswa kelas lima di salah satu SD Negeri di kawasan Petamburan, Jakarta Pusat itu dipenuhi bercak putih seperti panu. Bentol-bentol kemerahan di daun telinganya. Sesekali, persendian jari tangannya serasa ngilu. Otot-otot wajahnya serasa menebal dan memerah.
“Dulu sering pusing dan mual,” katanya menyebutkan gejala penyakit yang dideritanya.

Setelah makan obat rutin setiap hari, kondisinya berangsur membaik.
Bercak-bercak putih yang timbul di sekujur perut dan punggung Arif mulai memudar. Bentol-bentol kemerahan di daun telinga sudah tidak ada lagi dan mulai berubah kehitaman. Ngilu di persendian tangan dan rasa mual serta pusing tidak lagi dirasakannya.

Hingga sekarang Arif tidak tahu penyakit apa yang dideritanya. “Nggak tahu,” katanya pelan.

Sumirah
hanya tersenyum mendengar pengakuan polos putranya. Perempuan yang waktu itu mengenakan sarung batik tahu pasti penyakit apa yang diderita putra pertamanya itu. Berbekal informasi dari televisi, ibu rumah tangga ini menduga Arif menderita penyakit kusta. “Pada awalnya saya lihat di televisi, kok penyakitnya mirip dengan Arif. Lalu kita bawa ke puskesmas,” katanya.

Untuk memastikan penyakitnya, oleh puskesmas kecamatan, Arif diwajibkan memeriksakan diri ke laboratorium Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta Pusat agar diambil sampel kulitnya. Setelah menunggu sekitar seminggu, dugaan putranya benar terkena kuman lepra (Mycobacterium leprae).

Kaget, jelas hal pertama yang dirasakan Sumirah. Karena tidak mungkin putranya terkena penyakit kutukan ini. Sebab, suaminya yang pernah mengidap penyakit ini telah dinyatakan sembuh pada tahun 1993 lalu.
“Saya kaget sekali. Kok bisa kena, kan bapaknya sudah sembuh. Jadi tidak mungkin tertular lagi pada Arif,” katanya.

Kemungkinan bisa saja terjadi. Kata Mulyadi, dokter pernah bicara padanya. Menurut dokter, penyakit kusta yang pernah dideritanya dapat menular kepada anak-anaknya.
“Kata dokter sih begitu. Penyakit kusta dapat menular kepada orang yang sedarah dan hidup serumah dengan kita, apalagi, golongan darah saya dan Arif sama-sama O,” ujarnya.

Seperti istrinya, Mulyadi juga tidak menyangka putranya akan tertular penyakit ini. Sebab, upaya lepas dari penyakit kusta telah dilakukan. Minum obat secara teratur dan menjaga kesehatan serta kebersihan lingkungan.
“Setelah sembuh dari sakit, saya tidak pernah lagi naruh handuk sembarangan, selalu saya gantung dan angin-anginkan,” katanya.

Pada awalnya, kata Mulyadi, penyakit ini “diperoleh” dari teman sekamarnya di panti sosial. Karena sering bertukar baju dengan tiga teman sekamar itulah diduga Mulyadi tertular penyakit yang menjadi momok masyarakat ini.

Untungnya, sekarang kusta bukan lagi penyakit kutukan lagi. Sebab, obatnya sudah ditemukan. Jika minum secara teratur, mata rantai penularannya dapat diputus. Pasiennya pun dapat sembuh total. Buktinya, Arif. Anak pertama dari tiga bersaudara ini tetap mengikuti aktivitas sekolah seperti biasa. Bahkan, Arif menjadi kebanggaan orang tuanya atas prestasinya menerima beasiswa dari Sampoerna Foundation sebesar Rp 510.000 setiap semester.


Periksa ke Puskesmas



Kepala Puskesmas Kecamatan Tanah Abang Jakarta Pusat, dr Mirza, mengatakan sepanjang tahun 2007, jumlah pasien kusta bertambah tiga orang. Sehingga total keseluruhan sejak 2005 sebanyak sembilan orang. Angka ini menurutnya mengalami peningkatan, sebab pada pertengahan tahun sudah bertambah tiga pasien.
Masih banyak warga yang belum tahu tanda-tanda penyakit ini. Sebagai contoh, tahun 2005, pasien kusta di Puskesmas Tanah Abang, sebut saja namanya Joko (50), menderita sakit dengan gejala yang sama dialami Arif. Berbagai pengobatan alternatif hingga ke Semarang, Jawa Tengah juga disambangi untuk menyembuhkan penyakit aneh ini. Sayang tidak kunjung sembuh dan mulai kronis dengan munculnya atropi yang khas di jari-jarinya.

“Sayang cukup terlambat, sehingga tanda-tanda cacat sudah mulai muncul. Tapi, sekarang setelah diperiksa di puskesmas dan rutin minum obat, kondisi pasien membaik,” katanya. Mirza mengingatkan agar warga peduli pada kesehatannya sendiri.
Apabila menemukan bercak-bercak putih yang mati rasa, bentol kemerahan di daun telinga dan ngilu pada persendian, segera memeriksakan diri ke puskesmas. Tindakan ini dapat membantu memutus mata rantai penyakit kusta.

Hujan sudah berhenti, namun Arif enggan melanjutkan kegiatannya di luar.
"Tadi saya panggil karena Arif tidak boleh kena air hujan. Air hujan dapat membuat badan menjadi linu," kata Mulyadi.